Jumat, 22 Januari 2021

MANAJEMEN KEUANGAN BANK SYARIAH - Task IV (Resume Jurnal)

 

KEGIATAN TRANSAKSI VALUTA ASING DI PERBANKAN SYARIAH


I.     PENDAHULUAN

Kompleksitas dinamika kehidupan, baik pada tataran ekonomi maupun politis, senantiasa bermuara kepada perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud merujuk kepada konsep yang dikemukakan oleh Soekanto, sebagaimana dikutip oleh Nasrun Haroen, yaitu “segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok di dalam masyarakat”.

Relevan dengan konsep perubahan sosial ini, maka keseluruhan dinamika kehidupan suatu masyarakat atau suatu negara akan berimplikasi kepada perubahan-perubahan unsur yang disebutkan itu. Maksudnya, suatu lembaga dalam suatu masyarakat atau dalam suatu negara akan mengalami perubahan jika dinamika kehidupannya berubah, termasuk di dalamnya perubahan sikap dan perilaku dari manusia yang bersangkutan.

Kedudukan mata uang pun mengalami perubahan. Jika dahulu kedudukan mata uang hanya sebagai alat tukar, maka sekarang kedudukannya meluas menjadi komoditas perdagan- gan. Dengan kata lain, kedudukan uang sebagai alat tukar dalam suatu transaksi jual beli berubah menjadi objek transaksi. Transaksi seperti ini, sekarang terkenal dengan transaksi valuta asing (foreign exchange transaction). Dalam transaksi ini, mata uang dari negara yang berbeda akan diperjualbelikan dengan nilai tukar yang tidak sama secara kuantitas (Rp 1 =/= U$ 1).

Fenomena baru ini sangat banyak menimbulkan persoalan hukum yang membutuhkan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan itu, misalnya bagaimana pandangan hukum Islam terhadap perubahan kedudukan uang dari kedudukannya sebagai alat tukar dalam tran­saksi menjadi objek transaksi itu sendiri? Pertanyaan lainnya adalah bolehkah suatu barang dengan jenis yang sama ditukarkan dengan harga yang berbeda? Atau, apakah perbedaan jenis mata uang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai barang yang berbeda? Akhirnya, pertanyaan yang bisa meng-cover totalitas keraguan itu ialah bagaima­na pandangan Hukum Islam terhadap mekanisme transaksi valuta asing itu.

Bank beperan sebagai badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam menyalurkan dana, bank menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit/ pembiayaan. Salah satu bentuk kredit yang disalurkan oleh bank adalah kredit dalam mata uang asing atau kredit valas.

Kenaikan kredit valas terjadi bukan karena permintaan kreditnya yang tinggi, tetapi karena turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD), sehingga apabila kredit valas USD yang disalurkan bank dikonversi ke dalam mata uang rupiah yang terlihat adalah nilai kredit valasnya yang meningkat. Kredit valas yang disalurkan bank kepada nasabahnya atau kepada bank lain sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar mata uang atau kurs mencerminkan harga relatif pada suatu mata uang lainnya atau dapat dikatakan nilai mata uang asing (foreign currency) yang dinyatakan dalam mata uang domestik (domestic currency).

Setiap transaki dalam keuangan syariah dapat dilakukan melalui berbagai macam akad yang menyesuaikan dengan maksud dan tujuan dari transaksi itu sendiri. Jika suatu transaki dengan tujuan bekerjasama maka dapat dilakukan melalui akad mudharabah, musyarakah, untuk jual beli dan gadai dengan akad murabahah dan rahn, pesanan bisa melalui Salam dan atau Isthisna, jual beli mata uang (sharf), serta akad syariah yang lainnya.

Dari berbagai macam akad sebagaimana yang telah disebutkan diatas, bahwa setiap akad memiliki risiko. Sedangkan risiko dalam bisnis sedapat mungkin harus diminimalisir sehingga tidak akan berdampak besar terhadap transaki itu sendiri. Khusunya dalam transaksi valas atau sharf diperlukan unsur kehati-hatian guna mencegah risiko dalam bisnis dan terhindar dari unsur spekulasi. Risiko adalah peluang dimana hasil yang sesungguhnya bisa berbeda dengan hasil yang diharapkan atau kemungkinan nilai yang hilang atau diperoleh yang dapat diukur. Sedangkan ketidakpastian tidak dapat diukur. (Ari Kristin Prasetyoningrum, 2015).

 

II.  PEMBAHASAN

Valuta asing yang dalam bahasa asing dikenal dengan Foreign Exchange (Forex) merupakan mata uang yang di keluarkan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Valuta asing akan mempunyai suatu nilai apabila valuta tersebut dapat ditukarkan dengan valuta lainnya tanpa pembatasan.Valas pada saat ini dapat dilakukan dengan empat cara yakni:

1.        Spot Transaction

Transaksi spot merupakan transaksi valuta asing dengan penyerahan dan pembayaran saat itu juga, meskipun dalam praktek transaksi spot akan diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Jika tanggal penyerahan merupakan hari libur maka penyelesaiannya ada pada hari berikutnya dan penyelesaian ini disebut value date.

2.        Forward Transaction

Transaksi forward yaitu transaksi valas dengan penyerahan pada beberapa waktu mendatang sejumlah mata uang tertentu berdasarkan sejumlah mata uang tertentu lain. Kurs dalam forward ditentukan di muka sedangkan penyerahan dan pembayaran dilakukan beberapa waktu mendatang pada saat kontrak jatuh tempo (Muhammad Sulhan, 2010). Tujuan utama transaksi ini adalah karena bank memiliki surplus dana dalam jumlah besar ingin menghindarkan dirinya terhadap fluktuasi yang tidak terduga di masa depan. Setiap bank ingin menginvestasikan saldo surplusnya ketika uang yang dimaksud dalam keadaan tidak produktif (Riana Afliha Eka Kurnia,)

3.      Swap Transaction

Yaitu pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank yang sama dengan kontrak forward, dealer tidak akan menghadapi risiko valas yang tidak diperkirakan.Transaksi ini berbeda dengan transaksi spot dan forward.

4.      Option Transaction

Transaksi option merupakan kontra untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu(Muhammad Sulhan,)

Menurut pandangan Fatwa DSN MUI No 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) bahwa ke empat model transaksi tersebut dilarang kecuali transaksi spot karena tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Sedangkan transaksi forward haram karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). begitu-pun transaksi swap dan option diharamkan karena mengandung unsur maisir (spekulasi)Akan tetapi pada kenyataannya transaksi forward tidak dapat dihilangkan begitu saja, karena tidak semua valas dapat dilakukan secara kontan mengingat kondisi pasar selalu berubah (fatwa DSN, 2002)

Transaksi forward biasanya sering digunakan untuk tujuan hedging dan spekulasi. Hedging akibat terjadinya perbuahan kurs. Bentuk transaksi forward merupakan bentuk transaksi yang penyerahananya dilakukan pada masa mendatang (forward), pada umumnya dilakukan periode 30, 60, 90, 180, 360 hari ataupun periode lain yang disepkati. Risiko kurs pada transaksi ini lebih tinggi karena rentang waktu yang lama (Riana Afliha Eka Kurnia, 2015)

Istilah hedging dalam dunia keuangan yang dipergunakan sebagai suatu investasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau bahkan meniadakan risiko pada investasi lainnya. Lindung nilai bisa juga dipahami sebagai strategi yang dilakukan untuk mengurangi risiko bisnis yang tidak terduga di samping tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Hedging dapat juga disebut sebagai salah satu pendekatan manajemen risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan membatasi kemungkinan terjadinya kerugian yang ditimbulkan akibat dari ketidakstabilan harga komoditi, nilai mata uang atau surat berharga. Lindung nilai dapat ditentukan bahwa harga jual yang disepakati dengan pembeli tidak akan mempengaruhi keuntungan yang diproyeksikan (Ridho Cahyo Nugroho).

Sedangkan menurut peraturan Bank Indonesia PBI No 18 2016 tentang lindung nilai syariah bahwa Islamic hedging (Al tahawwuth al-Islami) yakni cara atau teknik lindung nilai atas risiko perubahan nilai tukar berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam rangka memitigasi risiko perubahan nilai tukar atas mata uang tertentu di masa yang akan datang.Berdasarkan fatwa DSN MUI Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar dapat menggunakan salah satu akad sebagai berikut:

1.       'Aqd al-Tahawwuth al-Basith;

'Aqd al-Tahawwuth al-Basith (Transaksi Lindung Nilai Sederhana) adalah transaksi lindung nilai dengan skema Forward Agreement yang diikuti dengan Transaksi Spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang;

2.       'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab;

Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab (Transaksi Lindung Nilai Kompleks) adalah transaksi Iindung nilai dengan skema berupa rangkaian Transaksi Spot dan Forward Agreement yang diikuti dengan Transaksi Spot pada saatjatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang

3.       'Aqd al-Tahawwuthfi Suq al-Sil'ah;

'Aqd al-Tahawwuth fi Suq al-Sil'ah (Transaksi Lindung Nilai melalui Bursa Komoditi Syariah) adalah transaksi Iindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi jual-beli komoditi (sil'ah) dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual-beli komoditi (sil'ah) dalam mata uang asing serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada saatjatuh tempo.

Ada tiga alasan transaksi hedging atas nilai tukar dibutuhkan oleh Bank Syariah:

1)      Mulai beralihnya dana haji dari perbankan konvensional ke perbankan syariah. Dana haji ini menggunakan mata uang USD, sehingga ada risiko valas yang harus di hedging bank syariah antara kebutuhan mata uang USD dengan mata uang rupiah yang tersedia;

2)      Untuk mengatisipasi aturan Otoritas Jasa Keuangan tentang penurunan uang muka pembiayaan syariah, yang meningkatkan pembiayaan. Salah satu sumber pembiayaan dapat berasal dari penerbitan sukuk dalam USD, sehingga timbul kebutuhan eksposur sukuk dalam USD yang nantinya akan dibayarkan kembali ke dalam bentuk mata uang rupiah yang otomatis membutuhkan hedging; dan

3)      Persiapan Mega Islamic Financial Bank yang akan didirikan oleh IDB di Indonesia (Wushi Adilla Arsyi, 2016).

Dari keseluruhan transaksi baik itu konvensioanl maupun syairah bahwa transaksi tersebut dapat dilakukan dengan akad sharf, Salam, dan Isthisna. Spot dilakukan secara tunai begitupun dengan al- sharf dilakukan dengan tunai. Salam melalui pesanan yang akan dilakukan pembayarannya sesuai dengan akad/kesepakatan, sama halnya dengan forward pembayaran dilakukan berdasarakan waktu yang telah disepakati hanya berbeda dalam jumlah yang dibayarkan. Salam dibayar berdasarkan akad diawal sedangkan forward dibayar pada saat jatuh tempo, karena valas sifatnya fluktuaif maka kemungknan besar nilai yang dibayaran mengikuti keadaan pada saat pembayaran. Sawp bisa dilakukan dengan akad isthsna.

1.       Bai’ As-Sharf

Bai’ al-sharf adalah transaksi jual beli dengan komoditi berupa alat pembayaran (nuqud), atau mata uang, baik sejenis atau beda jenis. Dalam jual beli sharf nilai tukar yang dijual belikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli mapun oleh penjual, sebelum keduanya berpisah. Dalam sharf tidak boleh disyaratkann dalam akad adanya hak khiyar/option bagi pembeli. Yakni adanya hak pilih untuk melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual beli terdahulu atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat itu diperjanjikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu. Tidak ada barang tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang dipertukarkan.Singkatnya sharf adalah Jual beli mata uang yang tidak sejenis, penyerahan harus dilakukan pada waktu yang sama (Adiwarman A karim, 2006)

Jual beli sharf ini diperbolehkan karena masuk dalam kategori jual beli, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275.

2.       BaiAs-Salam

Salam atau Salaf adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu yang akan diserahkan pada waktu tertentu. Harga barang dibayar dan menunggu waktu yang telah disepakatai untuk menerima komoditi barang yang dibeli (Abu Bakar Jabir Al-Jaziri, 2015). Dalam bahasa yang sederhana Salam berarti pembelian yang diserahkan dikemudian hari sedangkan pembayaran dilakukan dimuka(Muhammad Syafi’i Antonio)

Sedangkan untuk ketentuan barang. Barang harus jelas ciri- cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. Penyerahannya dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan (Fatwa Dewan Syariah, 2000).

3.      Bai’ Al Aisthisna

Isthisna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komoditas tertentu untuk pembelian/pemesanan. Isthisna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan Salam yang merupakan bentuk jual beli forward kedua yang dibolehkan oleh syariah. Agar akad Isthisna sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai dengan kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepkati bersama, pembayaran dapat dilakukan dimuka, dicicil atau dibelakang (Ascarya, 2006). Dengan demikian, ketentuan Isthisna mengikuti ketentuan dan aturan akad bai’ as- Salam.Dalam ketentuan ketiga fatwa DSN MUI tentang jual beli Isthisna bahwa semua ketentuan dalam jual beli Salam yang tidak disebutkan berlaku pula pada jual beli istishna’.Salam berlaku umum untuk barang yang dibuat dan lainnya, adapun Isthisna khusus bagi sesuatu yang disyaratkan untuk membuatnya. Pembayaran Salam harus di awal sedangkan Isthisna tidak disyaratkan demikian (Mardani, 2013)

Dari ketiga fatwa tentang sharf,Salam, dan Isthisna bisa mewadahi dari fatwa tentang islamic hedging, karena transaksi spot dapat dilakukan dengan akad sharf. Antara spot secara konvensiaonal dengan sharf secara syariah sama-sama dilakukan secara kontan. Sedangkan dalam fatwa No: 96/DSN-MUI/IV/2015 Tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami/IslamicHedging) Atas Nilai Tukar. Spot Transaction dapat dilakukan secara syariah melalui Aqd al- Tahawwuth al-Basith.

4.       'Aqd al-Tahawwuth al-Basith

Mekanisme 'Aqd al-Tahawwuth al-Basith berdasarkan fatwa: a. Para pihak saling berjanji (muwa 'adah), baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melakukan satu kali Transaksi Spot atau lebih pada masa yang akan datang yang meliputi kesepakatan atas: (1) Mata uang yang diperjualbelikan, (2) jumlah nominal, (3) nilai tukar atau perhitungan nilai tukar, dan (4) waktu pelaksanaan; b. Pada waktu pelaksanaan, para pihak melakukan Transaksi Spot (ijab-qabul) dengan' harga yang telah disepakati yang diikuti dengan serah terima mata uang yang dipertukarkan.

5.       'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab

Mekasime 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab adalah sebagai berikut: a. para pihak melakukan Transaksi Spot; b. para pihak saling berjanji (muwa 'adah) untuk melakukan satu kali Transaksi Spot atau lebih pada masa yang akan datang yang meliputi kesepakatan atas: (1) Mata uang yang diperjualbelikan, (2) jumlah nominal, (3) nilai tukar atau perhitungan nilai tukar, dan (4) waktu pelaksanaan;pada waktu pelaksanaan, para pihak melakukan Transaksi Spot (ijob-qabuly dengan harga yang telah disepakati yang diikuti dengan serah terima mata uang yang dipertukarkan.

Mekanisme antara 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab dengan 'Aqd al-Tahawwuth al-Basith hampir serupa namun keduanya berbeda yakni dalam 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab dilakukan transaki spot dan forward. 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab untukmengganti transaksi forward, sehingga dengan adanya akad 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab pembayaran tetap pada perjanjian di awal sekalipun kurs pada saat jatuh tempo berubah harganya.

6.       'Aqd al-Tahawwuth bi al-Sil 'ah

Mekanisme transaksinya berdasarkan fatwa DSN MUI yakni Transaksi Pertama: 1). Konsumen Komoditi yang memiliki kewajiban mata uang asing melakukan pemesanan sil 'ah dan berjanji (wa'd) untuk membeli sil 'ah tersebut secara tunai, bertahap, atau tangguh kepada Peserta Komersial dalam mata uang yang diserahkan; 2). Berdasarkan pemesanan sebagaimana dimaksud pada angka 1) di atas, Peserta Komersial membeli silan secara tunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan; 3). Peserta Komersial menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi; 4). Konsumen Komoditi membeli sil.'an dari Peserta Komersial dengan akad jual-beli murabahah dalam mata uang yang diserahkan, yang pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan; 5). Konsumen Komoditi menjual sil 'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan;Transaksi kedua: 1). Konsumen Komoditi (LKS atau Nasabah) memberikan kuasa (akad wakalah) kepada Peserta Komersial untuk membeli sil 'ah secara tunai dalam mata uang yang diserahkan; 2) Berdasarkan akad wakalah di atas, Peserta Komersial mewakili Konsumen Komoditi membeli sil 'ah secaratunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan; 3) Konsumen Komoditi menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi; 4) Peserta Komersial membeli sil 'ah dari Konsumen Komoditi dengan akad jual- beli murabahah dalam mata uang yang diterima, yang pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan; 5) Peserta Komersial menjual sil 'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan; 6) Konsumen Komoditi menerima mata uang yang diterima dari Peserta Komersial dalam rangka menunaikan kewajibannya kepada pihak lain dan menyerahkan mata uang yang diserahkan kepada Peserta Komersial. (Fatwa DSN, 2015)

Dari ketiga akad yang ada dalam fatwa tentang islcimic hedging dapat digunakan untuk:

Tabel l.Fatwa Tentang Islamic Hedging

Akad syariah

Konvensional    

Penggunaan

Aqd al- Tahawwuth al-Basith

Spot

Mata uang

Aqd al- Tahawwuth al-Murakkab

Forward

Mata uang

Aqd al- Tahawwuth bi al-Sil 'ah

swap

Pembayarannya menggunakan mata uang asing

 

Aktivitas perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba, maisir, dan gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan beberapa batasan sebagai berikut:

1.      Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing- masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan

2.      Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antarbangsa, bukan dalam rangka spekulasi.

3.      Harus dihindari jual beli bersyarat Misalnya, A setuju membeli barang dari B hari ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang.

4.      Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.

5.      Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’I al-fudhuli).

Dengan memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan yang dewasa ini biasa dilakukan di pasar valuta asing konvensional harus dihindari, yaitu antara lain:

1.    perdagangan tanpa penyerahan (future non-delivery trading atau margin trading),

2.    jual beli valas bukan transaksi komersial (arbitrage), baik spot maupun forward,

3.    melakukan penjualan melebihijumlah yang dimiliki atau dibeli (oversold), melakukan transaksi swap

 

III.   KESIMPULAN

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN Majelis Ulama Indonesia MUI No: 96/DSN-MUI/IV/2015 Tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami/Islamic Hedging) Atas Nilai Tukar, terdapat tiga akad yang diperbolehkan untuk melaksanakan transaksi jual beli mata uang asing yakni 'Aqd al-Tahawwuth al-Basith; 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab; 'Aqd al-Tahawwuthfi Suq al-Sil'ah; dari ketiga akad tersebut untuk menggantikan transaksi valas secara konvensional. Penulis berpedapat bahwa transaksi valas secara konvensional bisa dilaksanakan tidak hanya menggunakan fatwa tersebut akan tetapi dapat pula menggunakan akad sharf, salam, dan isthisna.

'Aqd al-Tahawwuth al-Basith bisa dilakukan dengan akad sharf, pengertian 'Aqd al-Tahawwuth al-Basith dengan sharf tidak jauh berbeda yakni jual beli valas dengan cara kontan/tunai pada saat terjadinya akad/kontrak. Dengan adanya fatwa ini mungkin menegaskan agar transaksi valas harus benar-benar dilakukan secara syariah untuk menghindari dari unsur spekulasi.

Kurs dalam Forward ditentukan di muka sedangkan penyerahan dan pembayaran dilakukan beberapa waktu mendatang pada saat kontrak jatuh tempo. Begitupun sama dengan pengertian akad 'Aqd al-Tahawwuth al- Murakkab. akad 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab dan Forward bisa dilakukan dengan akad isthisna dan atau salam, karena isthisna pembayaran dapat dilakuakn di awal, dicicil, bahkan diakhir pada saat jatuh tempo, sedangkan pembayaran dalam akad isthisna mengacu pada pembayaran tetap disaat akad disepakati, sementara Forward pembayaran mengikuti perubahan kurs pada saat jatuh tempo. Begitupun dengan akad salam harga pembayaran harus sesuai dengan pada saat kontrak disepakati, ketika menggunakan akad salam bisa dilakukan dengan pembayaran lebih awal, maka kemungkinan besar untuk penyerahan mata uang pada saat tanggal yang telah ditetapkan tidak akan mengalami perubahan, karena pemesanan mata uang pada saaat kontrak langsung dibayar dimuka, jika terjadi perubahan maka pihak pemesan berhak memiliki hak option/khiyar.

 

IV.   DAFTAR PUSTAKA

Qusthoniah, Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam, Jurnal Syariah, Vol. 2, No. 1, April 2014, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indragiri, Tembilahan.

Wahab, Abdul, Keterlibatan Bank Shariah dalam Aplikasi Perdagangan Foreign Exchange (Forex), Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 1, No. 1, Mei 2016, Universitas Muhammadiyah, Surabaya.

Abdurrhoman, Dede,  Analisis Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Jurnal Ecopreneur, Vol. 1, No. 1, Tahun 2020, hal 55-72

Arsyi, Wushi Adilla, Simulasi Islamic Forward Agreement pada Pembiayaan Valas Bank Syariah di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol 1, No 1, Januari-Juni 2016, Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang