Selasa, 12 Januari 2021

MANAJEMEN KEUANGAN BANK SYARIAH - Task II (Individu)

 

Konsep Nilai Waktu Uang dalam Perspektif Islam

 Andi Nurazmi Isnaeni  

(1961.10.1004)

Pasca Sarjana ITB-Ahmad Dahlan, Januari 2021

 

I.          PENDAHULUAN

Dalam sistem ekonomi islam dan ekonomi konvensional terdapat perbedaan dan kesamaan dalam memandang atau memaknai uang. Didalam ekonomi Islam tidak akan terjadi konsep nilai waktu uang seperti dalam ekonomi konvensional; dalam Islam uang hanya sebagai alat tukar perdagangan. Uang merupakan alat penukar yang memiliki nilai namun tidak bisa diposisikan sebagai barang dagangan. Islam memandang bahwa uang dan komoditas itu berbeda dimana uang tidak memiliki kegunaan intrinsik, tidak bisa digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan manusia, serta uang tidaklah memiliki nilai waktu tetapi waktulah yang memiliki nilai ekonomi tergantung bagaimana cara penggunaannya. Time value of money atau banyak dikenal dengan nilai waktu dari uang dianggap riba oleh sebagian besar ahli ekonomi Islam sehingga konsep tersebut diharamkan.

Berbeda dengan konsep ekonomi islam, dalam ilmu ekonomi konvensional menyebutkan uang memiliki nilai waktu, menegaskan bahwa uang pada masa sekarang memiliki nilai yang jumlahnya berbeda dengan jumlah uang pada masa depan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang tersebut maka penting untuk memahami konsep nilai mata uang dalam perspektif ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.

 

II.          PEMBAHASAN

Time Value of Money (TVM) adalah sebuah konsep penting dalam pengelolaan keuangan. Dalam ekonomi konvensional, Time Value of Money didefinisikan sebagai: “a dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”, yang artinya: satu dolar hari ini lebih bernilai dari satu dolar di masa yang akan datang karena dolar hari ini dapat diinvestasikan untuk mendapatkan kembali (Adiwarman Azwar, 2001:16).

TVM didasarkan pada konsep bahwa nilai uang yang dimiliki saat ini adalah lebih berharga daripada nilai uang yang akan di terima satu dolar di masa depan. Uang yang di pegang saat ini bernilai lebih karena dapat berinvestasi dan mendapatkan bunga.

 

1.      Konsep Nilai Waktu Uang dalam Perspektif Ekonomi Konvensional

Menurut Made Sudana (2011:68) Konsep nilai waktu uang dalam ekonomi konvensional dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a.   Future value adalah nilai uang di masa yang akan datang dari sejumlah uang tertentu yang dimiliki sekarang. Sebagai contoh, seseorang yang mempunyai uang Rp1.000 menabung di suatu bank yang memberikan bunga 10% pertahun. Maka setelah satu tahun yang akan datang nilai tabungannya akan sejumlah Rp1.100, hal ini diperoleh dengan perhitungan berikut:

FVr,1     = P0 + P0.r

            = P0 (1+r)

            = Rp1.000 (1 + 0,1)

            = Rp1.100

b.      Present value adalah nilai sekarang dari sejumlah uang tertentu yang akan diterima di masa yang akan datang. Sebagai contoh, kepada anda ditawarkan suatu alternatif penerimaan pembayaran uang sebesar Rp1.610,50 pada akhir tahun kelima apabila suku bunga 10% pertahun, maka nilai dasar untuk menolak atau menerima salah satu alternatif adalah sebesar Rp1.000, hal ini diperoleh dengan perhitungan berikut:

FVr,n     = P0 (1+r)n

P0         = FVr,n / (1+r)n

            = FVr,n [ (1+r)-n ]

            = FV 10%,5th [(1+0,1)-5]

            = Rp1.610,5 (0,6209)

            = Rp 1.000

Dimana; FVr,n adalah nilai tabungan pada akhir periode n dengan suku bunga r (Future Value), P0 adalah nilai tabungan awal (Present Value), dan r adalah suku bunga.

 

2.      Simple Interest, Compound Interest, dan Annuity

a.       Simple Interest (Bunga Sederhana)

Adalah bunga yang dibayarkan (dikenakan) berdasarkan hanya pada nilai asli, atau hanya nilai pokok yang dipinjam (dipinjamkan) nya saja.


Rumus :

                    I = P x i x n

dengan:
I = bunga sederhana (dalam kurs tertentu, misal dolar)
P = jumlah pinjaman pokok pada saat ini
i = tingkat bunga (interest rate) per periode waktu
n = jumlah periode waktu

            Adapun contoh untuk simple interest:

Simple interest (bunga sederhana) dari pinjaman sebesar $1.000 pada tingkat bunga 9%, dengan jangka waktu 9 bulan adalah:

            I = P x i x n
  = $1.000 x 9% x 9/12
  = $67,50

b.      Compound Interets (Bunga Majemuk)

Adalah bunga yang dihitung dari jumlah pokok ditambah bunga yang diperoleh sebelumnya.

Rumus matematika untuk menghitung compound interest adalah

A = P (1 + r / n) ^ nt, menggunakan empat angka sederhana yang memungkinkan kamu melihat berapa banyak uang ditambah bunga yang akan kamu miliki setelah jumlah periode waktu, atau periode majemuk.

Pemajemukan (compounding) merupakan proses perhitungan nilai akhir dari suatu pembayaran atau rangkaian pembayaran apabila digunakan bunga majemuk.

c.       Anuitas (bahasa Inggris: annuity)

Adalah suatu rangkaian pembayaran uang dalam jumlah yang sama yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Suatu pembayaran atau penerimaan arus kas dinamakan anuitas apabila mengandung 2 unsur, yaitu :

        Jumlah uang yang sama

        Periode waktu yang sama. (Dibayar setahun sekali, enam bulan sekali, dan seterusnya)

Ada 2 macam anuitas :

  Anuitas Biasa/Anuitas Tertunda (ordinary Annuity), merupakan anuitas dari suatu pembayaran yang dilakukan pada akhir periode untuk setiap periode tertentu.

       Anuitas Jatuh Tempo (Due Annuity), merupakan anuitas dari suatu pembayaran yang dilakukan pada awal periode untuk setiap periode tertentu.

Cara menghitung angsuran:

·         Total angsuran per bulan = P X (i/12) / (1-(1+(i/12)-t)

·         Angsuran bunga per bulan = Saldo pinjaman bulan terakhir X suku bunga per tahun / 12

·         Angsuran pokok per bulan = Total angsuran per bulan – Angsuran bunga per bulan

Catatan:

P    : Total Pinjaman

I     : Suku bunga per tahun

T    : Jangka waktu pembayaran

Contoh kasus:

CV. ABC mendapatkan pinjaman bank senilai Rp 120,000,000 dengan jangka waktu pembayaran 10 tahun. Bank menentukan suku bunga dalam setahun adalah 11%. Berapa angsuran per bulan yang harus dibayar?

Total angsuran per bulan = Rp 120,000,000 X (11%/12) / (1-(1+(1/12)-10) = Rp 1,653,000

Perhitungan angsuran bunga tiap bulan:

Angsuran bunga bulan 1 = Rp 120,000,000 x 11% /12 = Rp1,100,000

Angsuran bunga bulan 2 = Rp 119,446,999 X 11% /12 = Rp1,094,930

Angsuran bunga bulan 3 = Rp 118,888,930 X 11% /12 = Rp1,089,815 dst..

Perhitungan angsuran pokok tiap bulan:

Angsuran pokok bulan 1 = Rp 1,653,000 - Rp 1,100,000 = Rp553,000

Angsuran pokok bulan 2 = Rp 1,653,000 – Rp 1,094,930 = Rp558,069

Angsuran pokok bulan 3 = Rp 1,653,000 – Rp 1,089,815 = Rp 563,184 dst..

 

3.      Riba

Kata riba dalam bahasa Inggris diartikan dengan usury, yang berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik. Sedangkan dalam Bahasa Arab berarti tambahan atau kelebihan meskipun sedikit, atas jumlah pokok yang yang dipinjamkan. Pengertian riba secara teknis menurut para fuqaha adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil baik dalam utang piutang maupun jual beli (Abu al-Walid dalam Ummi Kalsum 2014).

Menurut Yudiana (2013) Bunga dalam beberapa dimensi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung; 2) Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan; 3) Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi; 4) Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat pada saat keadaan ekonomi sedang “booming”; 5) Eksistensi bunga diragukan oleh beberapa kalangan.

Secara luas penghapusan riba dapat dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan. Riba jangan hanya dipahami dan direduksi pada masalah bunga bank saja. Tetapi secara luas riba bisa hidup laten atau poten di dalam sistem ekonomi yang diskriminatori, eksploitatori dan predatori yang berarti dapat hidup di dalam suatu sistem ekonomi subordinasi, kapitalistik, neoliberalistik dan hegemonik imperialistik, yang tidak bisa dibatasi dari segi perbankan saja (Edi Swasono dalam Ummi Kalsum 2014).

Pelarangan riba (prohibition of riba) dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti halnya pengharaman khamar.

QS Ar-Rum: 39
Allah berfirman:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا

آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ

Artinya: "Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)". (QS Al-Rum: 39).

 

    Jika dilihat sekilas nampaknya bunga amat menguntungkan dan tidak berefek apa-apa. Padahal dampak yang ditimbulkan sangat beragam misalnya dampak bunga terhadap perekonomian, diantaranya: akan menyebabkan krisis keuangan, terjadinya decoupling antara sektor riil dan sektor moneter dan akan menyebabkan terjadinya konglemerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.

 4.      Perpektif Islam Tentang Konsep Nilai Waktu Uang

Perbedaan utama sistem perbankan antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam yaitu dalam segi pengaplikasian filosofisnya. Salah satunya yaitu perbedaan pandangan terhadap waktu dan uang. Ekonomi Konvensional berpandangan bahwa nilai uang yang dimiliki sekarang lebih berharga dibandingkan nilai uang di masa yang akan datang atau disebut juga dengan istilah Time Value of Money. Sedangkan dalam islam hanya mengenal istilah Economic Value of Time, dimana konsep ini menyatakan bahwa waktulah yang memiliki nilai ekonomi, bukanlah uang yang memiliki nilai waktu. Dasar perhitungan pada kontrak berbasis Economic Value of Time adalah nisbah. Economic value of time relatif lebih adil dalam perhitungan kontrak yang bersifat pembiayaan bagi hasil (profit sharing). Konsep bagi hasil (profit sharing) berdampak pada tingkat nisbah yang menjadi perjanjian kontrak dua belah pihak. Serta transaksi-transaksi lain yang berdasarkan Syariat Islam.

Islam memposisikan uang sebagai flow concept. Artinya, dalam perekonomian uang harus digunakan dan diputar kembali dan tidak-boleh dibiarkan saja tidak digunakan pada beberapa jangka waktu yang-terlalu lama, apalagi sampai tahunan. Dalam ekonomi Islam konsep time value of money tidak sesuai dengan Islam, karena nilai waktu uang ini menambah nilai kepada uang hanya didasarkan bertambahnya waktu namun bukan melalui usaha. Dalam ekomoni Islam tidak dikenal dengan adanya time value of money, namun lebih mengenalkan konsep economic value of time.

Teori economic value of time dikembangkan pada abad ke-7 Masehi. Pada saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan selama periode itu, sehingga hubungan debitur / kreditur yang muncul bukan karena akibat transaksi dagang langsung, namun jelas merupakan transaksi “permintaan uang”. Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional yang ditolak dalam ekonomi Islam, yaitu keadaan alghunmu bi al-ghurni (mendapatkan hasil tanpa memperhatikan resiko) dan al kharaj bi la-dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya) (Adiwarman dalam Ridan Muhtad 2017:67).

Ekonomi Islam memberikan pandangan terhadap fungsi uang yang diakui hanya sebagai alat tukar medium of exchange dan kesatuan hitung (unit of account). Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan atau manfaat, akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan. Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang / harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan/penimbunan harta, memonopoli kekayaan, sebagaimana telah disebutkan dalam QS:At Taubah 34-35 Disamping itu uang disimpan yang tidak dimanfatkan disektor produktif (idle asset) jumlahnya akan semakin berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam. Oleh karena itu uang harus berputar (Money as flow consept). Islam sangat menganjurkan bisnis/perdagangan, investasi disektor riil. Uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat.

 

5.      Norma atau Praktik yang Dapat Diterapkan dalam Lembaga Keuangan Syariah

Yudiana (2013) mengatakan bahwa keuntungan dalam konteks ekonomi Islam haruslah diperoleh setelah menjalankan aktivitas bisnis, yang masih menjadi pertanyaan adalah apa ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan besarnya keuntungan yang diramalkan?, sedangkan dalam keuangan modern kita mengenal adanya interest rate yang dilarang oleh Islam. Dalam ekonomi Islam penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan bai’ mu’ajjal (membayar tangguh) dapat dibenarkan dengan alasan: (1) jual beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis) dan (2) tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajiban (menyerahkan barang dan jasa), sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lainnya. Demikian juga dengan penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah bagi hasil. Nisbah harus dikalikan dengan pendapatan aktual (actual return) bukan dengan pendapatan yang diharapkan (expected return). Pada prinsipnya transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa. Dalam transaksi bagi hasil, hubungan yang terjadi adalah hubungan antara pemodal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib). Hak bagi shahibul maal dan mudharib adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kesepakatan awal. Syariah Islam menganjurkan untuk selalu menginvestasikan uang dalam usaha yang produktif. Investasi dalam usaha yang produktif menjadi inti dari konsep keuangan menurut syariah Islam. Dalam kegiatan investasi kita tidak dapat menuntut secara pasti pendapatan atau keuntungan dimasa depan. Karena hasil dari investasi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang dapat diprediksi maupun faktor yang tidak dapat diprediksi. Faktor- faktor yang dapat diprediksikan atau dihitung sebelumnya seperti: (a) banyaknya modal yang dibutuhkan, (b) besarnya nisbah yang disepakati, (c) tingkat perputaran modal. Sedangkan faktor yang tidak dapat dihitung secara pasti adalah return (pendapatan investasi).

Konsep cost of fund dalam economic value of time menggunakan Islamic Security Market Line dengan variabel risk free = 0. Adapun value dari pembiayaan atau investasi yang dilakukan menggunakan metodologi Net Present Value at Risk. Misalkan dalam hal penentuan nisbah bagi hasil, return on capital harus diperhitungkan dalam hal ini return on capital tidak sama dengan return on money. Return on capital sangat tergantung pada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil. Sedangkan return on money sangat berkaitan dengan interest rate. Penentuan nisbah bagi hasil dilakukan diawal kerjasama dan mmenggunakan project return sebagai dasarnya. Apabila ternyata actual return dari investasi yang dibiayai tidak sama dengan proyeksinya karena ada faktor yang memang tidak dapat diprediksi, maka yang akan digunakan adalah angka actual return bukan angka proyeksi return. Sehingga dalam hal ini menunjukan bahwa Islam tidak setuju dengan konsep time value of money yang memastikan tingkat keuntungan dimasa yang akan datang. Waktu akan memiliki economic value jika dan hanya jika dimanfaatkan untuk kegiatan produktif sehingga menjadi suatu capital dan memperoleh suatu return.

   

DAFTAR PUSTAKA

 

Adiwarman Azwar karim. 2001. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

Fachri, A., Fasa, M.I., Hilal, S., Hidayat, A.W. and Zahra, D.N., 2020. Kontroversi Pendekatan Teori Uang: Perspektif Ekonomi Islam vs Ekonomi Konvensional. Al Amwal (Hukum Ekonomi Syariah)3(1), pp.123-138.

 

Kalsum, U., 2014. Riba dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis Hukum dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Umat). Al-'Adl7(2), pp.97-83.

 

Maghfiroh, R.U., 2019. Konsep Nilai Waktu Dari Uang Dalam Sudut Pandang Ekonomi Islam. el-Qist: Journal of Islamic Economics and Business (JIEB)9(2), pp.186-195.

 

Muhtadi, R., Fudholi, M., Mohsi, M. and Zainurrafiqi, Z., 2017. Konsep Waktu Pada Sistem Time Value Of Money Dan Economic Value Of Time; Perspektif Islam. Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman3(1), pp.61-73.

 

Nur, E.R., 2015. Riba dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum dan Etika Dalam Transaksi Bisnis Modern. Al-'Adalah12(1), pp.647-662.

 

Sudana, I Made., 2011, Manajemen Keuangan Perusahaan : Teori dan Praktik, Jakarta:Erlangga

 

Yudiana, F.E., 2013. Dimensi Waktu Dalam Analisis Time Value Of Money dan Economic Value Of Time. Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah4(1), pp.131-143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar