Konsep
Nilai Waktu Uang dalam Perspektif Islam
(1961.10.1004)
Pasca Sarjana ITB-Ahmad Dahlan, Januari 2021
I.
PENDAHULUAN
Dalam sistem
ekonomi islam dan ekonomi konvensional terdapat perbedaan dan kesamaan dalam
memandang atau memaknai uang. Didalam ekonomi Islam tidak akan terjadi konsep
nilai waktu uang seperti dalam ekonomi konvensional; dalam Islam uang hanya
sebagai alat tukar perdagangan. Uang merupakan alat penukar yang memiliki nilai
namun tidak bisa diposisikan sebagai barang dagangan. Islam memandang bahwa
uang dan komoditas itu berbeda dimana uang tidak memiliki kegunaan intrinsik,
tidak bisa digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan manusia, serta
uang tidaklah memiliki nilai waktu tetapi waktulah yang memiliki nilai ekonomi
tergantung bagaimana cara penggunaannya. Time
value of money atau banyak dikenal dengan nilai waktu dari uang dianggap
riba oleh sebagian besar ahli ekonomi Islam sehingga konsep tersebut
diharamkan.
Berbeda dengan
konsep ekonomi islam, dalam ilmu ekonomi konvensional menyebutkan uang memiliki
nilai waktu, menegaskan bahwa uang pada masa sekarang memiliki nilai yang
jumlahnya berbeda dengan jumlah uang pada masa depan. Berdasarkan perbedaan
sudut pandang tersebut maka penting untuk memahami konsep nilai mata uang dalam
perspektif ekonomi konvensional dan ekonomi Islam.
II.
PEMBAHASAN
Time
Value of Money (TVM) adalah sebuah konsep penting
dalam pengelolaan keuangan. Dalam ekonomi konvensional, Time Value of Money didefinisikan sebagai: “a dollar today is worth more than a dollar in the future because a
dollar today can be invested to get a return”, yang artinya: satu dolar
hari ini lebih bernilai dari satu dolar di masa yang akan datang karena dolar
hari ini dapat diinvestasikan untuk mendapatkan kembali (Adiwarman Azwar,
2001:16).
TVM didasarkan
pada konsep bahwa nilai uang yang dimiliki saat ini adalah lebih berharga
daripada nilai uang yang akan di terima satu dolar di masa depan. Uang yang di
pegang saat ini bernilai lebih karena dapat berinvestasi dan mendapatkan bunga.
1.
Konsep
Nilai Waktu Uang dalam Perspektif Ekonomi Konvensional
Menurut Made Sudana (2011:68) Konsep nilai waktu
uang dalam ekonomi konvensional dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Future
value adalah nilai uang di masa yang akan datang dari
sejumlah uang tertentu yang dimiliki sekarang. Sebagai contoh, seseorang yang
mempunyai uang Rp1.000 menabung di suatu bank yang memberikan bunga 10%
pertahun. Maka setelah satu tahun yang akan datang nilai tabungannya akan
sejumlah Rp1.100, hal ini diperoleh dengan perhitungan berikut:
FVr,1 = P0 + P0.r
=
P0 (1+r)
=
Rp1.000 (1 + 0,1)
=
Rp1.100
b. Present
value adalah nilai sekarang dari sejumlah uang tertentu
yang akan diterima di masa yang akan datang. Sebagai contoh, kepada anda
ditawarkan suatu alternatif penerimaan pembayaran uang sebesar Rp1.610,50 pada
akhir tahun kelima apabila suku bunga 10% pertahun, maka nilai dasar untuk
menolak atau menerima salah satu alternatif adalah sebesar Rp1.000, hal ini
diperoleh dengan perhitungan berikut:
FVr,n = P0 (1+r)n
P0
= FVr,n / (1+r)n
= FVr,n [ (1+r)-n ]
= FV 10%,5th [(1+0,1)-5]
= Rp1.610,5 (0,6209)
= Rp 1.000
Dimana;
FVr,n adalah nilai tabungan pada akhir periode n dengan suku bunga r
(Future Value), P0 adalah nilai tabungan awal (Present Value), dan r adalah suku bunga.
2.
Simple Interest, Compound Interest,
dan Annuity
a. Simple Interest (Bunga
Sederhana)
Adalah
bunga yang dibayarkan (dikenakan) berdasarkan hanya pada nilai asli, atau hanya
nilai pokok yang dipinjam (dipinjamkan) nya saja.
Rumus :
I = P x i x n
dengan:
I = bunga sederhana (dalam kurs tertentu, misal dolar)
P = jumlah pinjaman pokok pada saat ini
i = tingkat bunga (interest rate) per periode waktu
n = jumlah periode waktu
Adapun
contoh untuk simple interest:
Simple interest (bunga sederhana) dari
pinjaman sebesar $1.000 pada tingkat bunga 9%, dengan jangka waktu 9 bulan
adalah:
I
= P x i x n
= $1.000 x 9% x 9/12
= $67,50
b. Compound Interets (Bunga
Majemuk)
Adalah bunga yang
dihitung dari jumlah pokok ditambah bunga yang diperoleh sebelumnya.
Rumus matematika
untuk menghitung compound interest adalah
A = P (1 + r / n) ^ nt, menggunakan empat angka
sederhana yang memungkinkan kamu melihat berapa banyak uang ditambah bunga yang
akan kamu miliki setelah jumlah periode waktu, atau periode majemuk.
Pemajemukan (compounding) merupakan proses perhitungan nilai akhir dari suatu
pembayaran atau rangkaian pembayaran apabila digunakan bunga majemuk.
c. Anuitas (bahasa
Inggris: annuity)
Adalah
suatu rangkaian pembayaran uang dalam jumlah yang sama yang terjadi dalam
periode waktu tertentu. Suatu pembayaran atau penerimaan arus kas dinamakan
anuitas apabila mengandung 2 unsur, yaitu :
−
Jumlah
uang yang sama
−
Periode
waktu yang sama. (Dibayar setahun sekali, enam bulan sekali, dan seterusnya)
Ada
2 macam anuitas :
− Anuitas
Biasa/Anuitas Tertunda (ordinary Annuity),
merupakan anuitas dari suatu pembayaran yang dilakukan pada akhir periode untuk
setiap periode tertentu.
− Anuitas
Jatuh Tempo (Due Annuity), merupakan
anuitas dari suatu pembayaran yang dilakukan pada awal periode untuk setiap
periode tertentu.
Cara
menghitung angsuran:
·
Total
angsuran per bulan = P X (i/12) / (1-(1+(i/12)-t)
·
Angsuran
bunga per bulan = Saldo pinjaman bulan terakhir X suku bunga per tahun / 12
·
Angsuran
pokok per bulan = Total angsuran per bulan – Angsuran bunga per bulan
Catatan:
P : Total Pinjaman
I : Suku bunga per tahun
T : Jangka waktu pembayaran
Contoh kasus:
CV. ABC
mendapatkan pinjaman bank senilai Rp 120,000,000 dengan jangka waktu pembayaran
10 tahun. Bank menentukan suku bunga dalam setahun adalah 11%. Berapa angsuran
per bulan yang harus dibayar?
Total angsuran per bulan = Rp 120,000,000 X (11%/12) /
(1-(1+(1/12)-10) = Rp 1,653,000
Perhitungan angsuran bunga tiap
bulan:
Angsuran
bunga bulan 1 = Rp 120,000,000 x 11% /12 = Rp1,100,000
Angsuran
bunga bulan 2 = Rp 119,446,999 X 11% /12 = Rp1,094,930
Angsuran
bunga bulan 3 = Rp 118,888,930 X 11% /12 = Rp1,089,815 dst..
Perhitungan
angsuran pokok tiap bulan:
Angsuran pokok bulan 1 = Rp
1,653,000 - Rp 1,100,000 = Rp553,000
Angsuran pokok bulan 2 = Rp
1,653,000 – Rp 1,094,930 = Rp558,069
Angsuran pokok bulan 3 = Rp
1,653,000 – Rp 1,089,815 = Rp 563,184 dst..
3.
Riba
Kata riba dalam
bahasa Inggris diartikan dengan usury,
yang berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Sedangkan dalam Bahasa Arab berarti tambahan atau kelebihan meskipun sedikit,
atas jumlah pokok yang yang dipinjamkan. Pengertian riba secara teknis menurut
para fuqaha adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil baik dalam utang piutang maupun jual beli (Abu al-Walid dalam Ummi Kalsum
2014).
Menurut Yudiana (2013) Bunga dalam beberapa dimensi
dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dengan asumsi harus selalu untung; 2) Besarnya persentase berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan; 3) Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi; 4) Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat pada saat keadaan ekonomi sedang “booming”; 5) Eksistensi
bunga diragukan oleh beberapa kalangan.
Secara luas penghapusan
riba dapat dimaknai sebagai penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang
menimbulkan kezaliman atau ketidakadilan. Riba jangan hanya dipahami dan
direduksi pada masalah bunga bank saja. Tetapi secara luas riba bisa hidup
laten atau poten di dalam sistem ekonomi yang diskriminatori, eksploitatori dan
predatori yang berarti dapat hidup di dalam suatu sistem ekonomi subordinasi,
kapitalistik, neoliberalistik dan hegemonik imperialistik, yang tidak bisa
dibatasi dari segi perbankan saja (Edi Swasono dalam Ummi Kalsum 2014).
Pelarangan riba
(prohibition of riba) dalam Islam
secara tegas dinyatakan baik dalam Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara
berangsur-angsur seperti halnya pengharaman khamar.
QS Ar-Rum: 39
Allah berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ
فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا
آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Artinya: "Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)". (QS Al-Rum: 39).
Jika
dilihat sekilas nampaknya bunga amat menguntungkan dan tidak berefek apa-apa.
Padahal dampak yang ditimbulkan sangat beragam misalnya dampak bunga terhadap
perekonomian, diantaranya: akan menyebabkan krisis keuangan, terjadinya
decoupling antara sektor riil dan sektor moneter dan akan menyebabkan
terjadinya konglemerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.
Perbedaan utama sistem perbankan antara ekonomi
konvensional dan ekonomi Islam yaitu dalam segi pengaplikasian filosofisnya.
Salah satunya yaitu perbedaan pandangan terhadap waktu dan uang. Ekonomi
Konvensional berpandangan bahwa nilai uang yang dimiliki sekarang lebih
berharga dibandingkan nilai uang di masa yang akan datang atau disebut juga
dengan istilah Time Value of Money.
Sedangkan dalam islam hanya mengenal istilah Economic Value of Time, dimana konsep ini menyatakan bahwa waktulah
yang memiliki nilai ekonomi, bukanlah uang yang memiliki nilai waktu. Dasar
perhitungan pada kontrak berbasis Economic
Value of Time adalah nisbah. Economic
value of time relatif lebih adil dalam perhitungan kontrak yang bersifat
pembiayaan bagi hasil (profit sharing).
Konsep bagi hasil (profit sharing)
berdampak pada tingkat nisbah yang menjadi perjanjian kontrak dua belah pihak.
Serta transaksi-transaksi lain yang berdasarkan Syariat Islam.
Islam memposisikan uang sebagai flow concept. Artinya, dalam perekonomian uang harus digunakan dan
diputar kembali dan tidak-boleh dibiarkan saja tidak digunakan pada beberapa
jangka waktu yang-terlalu lama, apalagi sampai tahunan. Dalam ekonomi Islam
konsep time value of money tidak
sesuai dengan Islam, karena nilai waktu uang ini menambah nilai kepada uang
hanya didasarkan bertambahnya waktu namun bukan melalui usaha. Dalam ekomoni
Islam tidak dikenal dengan adanya time
value of money, namun lebih mengenalkan konsep economic value of time.
Teori economic
value of time dikembangkan pada abad ke-7 Masehi. Pada saat digunakannya
emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar
disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan selama
periode itu, sehingga hubungan debitur / kreditur yang muncul bukan karena
akibat transaksi dagang langsung, namun jelas merupakan transaksi “permintaan
uang”. Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional yang
ditolak dalam ekonomi Islam, yaitu keadaan alghunmu bi al-ghurni (mendapatkan
hasil tanpa memperhatikan resiko) dan al kharaj bi la-dhaman (memperoleh hasil
tanpa mengeluarkan suatu biaya) (Adiwarman dalam Ridan Muhtad 2017:67).
Ekonomi Islam memberikan pandangan terhadap fungsi
uang yang diakui hanya sebagai alat tukar medium
of exchange dan kesatuan hitung (unit
of account). Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan atau manfaat, akan
tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika
ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh
karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan.
Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau
dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat
mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk
uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau
kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian
terhambat. Disamping itu penumpukan uang / harta juga dapat mendorong manusia
cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal
(zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas
yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam
melarang penumpukan/penimbunan harta, memonopoli kekayaan, sebagaimana telah
disebutkan dalam QS:At Taubah 34-35 Disamping itu uang disimpan yang tidak
dimanfatkan disektor produktif (idle asset) jumlahnya akan semakin berkurang
karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam. Oleh karena itu uang harus
berputar (Money as flow consept).
Islam sangat menganjurkan bisnis/perdagangan, investasi disektor riil. Uang
yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan
ekonomi masyarakat.
5.
Norma
atau Praktik yang Dapat Diterapkan dalam Lembaga Keuangan Syariah
Yudiana (2013) mengatakan bahwa keuntungan dalam
konteks ekonomi Islam haruslah diperoleh setelah menjalankan aktivitas bisnis,
yang masih menjadi pertanyaan adalah apa ukuran yang dapat digunakan untuk
menetapkan besarnya keuntungan yang diramalkan?, sedangkan dalam keuangan
modern kita mengenal adanya interest rate
yang dilarang oleh Islam. Dalam ekonomi Islam penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan bai’
mu’ajjal (membayar tangguh) dapat dibenarkan dengan alasan: (1) jual beli dan
sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis) dan (2) tertahannya
hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajiban (menyerahkan
barang dan jasa), sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak
lainnya. Demikian juga dengan penggunaan discount
rate dalam menentukan nisbah bagi hasil. Nisbah harus dikalikan dengan
pendapatan aktual (actual return)
bukan dengan pendapatan yang diharapkan (expected
return). Pada prinsipnya transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual
beli atau transaksi sewa menyewa. Dalam transaksi bagi hasil, hubungan yang
terjadi adalah hubungan antara pemodal (shahibul maal) dengan pengelola
(mudharib). Hak bagi shahibul maal dan mudharib adalah berbagi hasil atas
pendapatan atau keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kesepakatan awal.
Syariah Islam menganjurkan untuk selalu menginvestasikan uang dalam usaha yang
produktif. Investasi dalam usaha yang produktif menjadi inti dari konsep
keuangan menurut syariah Islam. Dalam kegiatan investasi kita tidak dapat menuntut
secara pasti pendapatan atau keuntungan dimasa depan. Karena hasil dari
investasi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
faktor yang dapat diprediksi maupun faktor yang tidak dapat diprediksi. Faktor-
faktor yang dapat diprediksikan atau dihitung sebelumnya seperti: (a) banyaknya
modal yang dibutuhkan, (b) besarnya nisbah yang disepakati, (c) tingkat
perputaran modal. Sedangkan faktor yang tidak dapat dihitung secara pasti
adalah return (pendapatan investasi).
Konsep cost of
fund dalam economic value of time menggunakan Islamic Security Market Line
dengan variabel risk free = 0. Adapun value dari pembiayaan atau investasi yang
dilakukan menggunakan metodologi Net Present Value at Risk. Misalkan dalam hal
penentuan nisbah bagi hasil, return on capital harus diperhitungkan dalam hal
ini return on capital tidak sama dengan return on money. Return on capital
sangat tergantung pada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil.
Sedangkan return on money sangat berkaitan dengan interest rate. Penentuan
nisbah bagi hasil dilakukan diawal kerjasama dan mmenggunakan project return
sebagai dasarnya. Apabila ternyata actual return dari investasi yang dibiayai
tidak sama dengan proyeksinya karena ada faktor yang memang tidak dapat diprediksi,
maka yang akan digunakan adalah angka actual return bukan angka proyeksi
return. Sehingga dalam hal ini menunjukan bahwa Islam tidak setuju dengan
konsep time value of money yang memastikan tingkat keuntungan dimasa yang akan
datang. Waktu akan memiliki economic value jika dan hanya jika dimanfaatkan
untuk kegiatan produktif sehingga menjadi suatu capital dan memperoleh suatu
return.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman Azwar
karim. 2001. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro.Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Fachri, A., Fasa, M.I., Hilal, S., Hidayat, A.W. and Zahra,
D.N., 2020. Kontroversi Pendekatan Teori Uang: Perspektif Ekonomi Islam vs
Ekonomi Konvensional. Al Amwal (Hukum Ekonomi Syariah), 3(1),
pp.123-138.
Kalsum, U., 2014. Riba dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis
Hukum dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Umat). Al-'Adl, 7(2),
pp.97-83.
Maghfiroh, R.U., 2019. Konsep Nilai Waktu Dari Uang Dalam
Sudut Pandang Ekonomi Islam. el-Qist: Journal of Islamic Economics and
Business (JIEB), 9(2), pp.186-195.
Muhtadi, R., Fudholi, M., Mohsi, M. and Zainurrafiqi, Z.,
2017. Konsep Waktu Pada Sistem Time Value Of Money Dan Economic Value Of Time;
Perspektif Islam. Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, 3(1),
pp.61-73.
Nur, E.R., 2015. Riba dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum dan
Etika Dalam Transaksi Bisnis Modern. Al-'Adalah, 12(1),
pp.647-662.
Sudana, I Made.,
2011, Manajemen Keuangan Perusahaan : Teori dan Praktik, Jakarta:Erlangga
Yudiana,
F.E., 2013. Dimensi Waktu Dalam Analisis Time Value Of Money dan Economic Value
Of Time. Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 4(1),
pp.131-143.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar