KEGIATAN TRANSAKSI VALUTA ASING DI
PERBANKAN SYARIAH
I. PENDAHULUAN
Kompleksitas dinamika kehidupan, baik pada tataran ekonomi
maupun politis, senantiasa bermuara kepada perubahan sosial. Perubahan sosial
yang dimaksud merujuk kepada konsep yang dikemukakan oleh Soekanto,
sebagaimana dikutip oleh Nasrun Haroen, yaitu “segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi
sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola
prilaku diantara kelompok-kelompok di dalam
masyarakat”.
Relevan dengan konsep perubahan sosial ini,
maka keseluruhan dinamika kehidupan suatu masyarakat atau suatu negara akan
berimplikasi kepada perubahan-perubahan unsur yang disebutkan itu. Maksudnya,
suatu lembaga dalam suatu masyarakat atau dalam suatu negara akan mengalami perubahan
jika dinamika kehidupannya berubah, termasuk di dalamnya perubahan sikap dan
perilaku dari manusia yang bersangkutan.
Kedudukan mata uang pun mengalami perubahan. Jika dahulu
kedudukan mata uang hanya sebagai alat tukar, maka sekarang kedudukannya
meluas menjadi komoditas perdagan- gan. Dengan kata lain, kedudukan uang
sebagai alat tukar dalam suatu transaksi jual beli berubah menjadi objek
transaksi. Transaksi seperti ini, sekarang terkenal dengan transaksi valuta
asing (foreign exchange transaction). Dalam transaksi ini, mata uang dari negara yang berbeda akan
diperjualbelikan dengan nilai tukar yang tidak sama secara kuantitas (Rp 1 =/=
U$ 1).
Fenomena baru ini sangat banyak menimbulkan persoalan hukum yang
membutuhkan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan itu, misalnya bagaimana pandangan
hukum Islam terhadap perubahan kedudukan uang dari kedudukannya sebagai alat
tukar dalam transaksi menjadi objek transaksi itu sendiri? Pertanyaan lainnya
adalah bolehkah suatu barang dengan jenis yang sama ditukarkan dengan harga
yang berbeda? Atau, apakah perbedaan jenis mata uang tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai barang yang berbeda? Akhirnya, pertanyaan yang bisa meng-cover totalitas keraguan itu ialah bagaimana pandangan Hukum Islam
terhadap mekanisme transaksi valuta asing itu.
Bank beperan sebagai badan usaha yang menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk kredit atau dalam
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam
menyalurkan dana, bank menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit/
pembiayaan. Salah satu bentuk kredit yang disalurkan oleh bank adalah kredit
dalam mata uang asing atau kredit valas.
Kenaikan kredit valas terjadi bukan karena permintaan
kreditnya yang tinggi, tetapi karena turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS (USD), sehingga apabila kredit valas USD yang disalurkan bank dikonversi ke
dalam mata uang rupiah yang terlihat adalah nilai kredit valasnya yang
meningkat. Kredit valas yang disalurkan bank kepada nasabahnya atau kepada bank
lain sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang suatu
negara dengan negara lain. Nilai tukar mata uang atau kurs mencerminkan harga
relatif pada suatu mata uang lainnya atau dapat dikatakan nilai mata uang asing
(foreign
currency) yang
dinyatakan dalam mata uang domestik (domestic
currency).
Setiap transaki dalam keuangan syariah dapat dilakukan
melalui berbagai macam akad yang menyesuaikan dengan maksud dan tujuan dari
transaksi itu sendiri. Jika suatu transaki dengan tujuan
bekerjasama maka dapat dilakukan melalui akad mudharabah,
musyarakah, untuk jual
beli dan gadai dengan akad murabahah dan rahn, pesanan bisa melalui Salam dan atau Isthisna,
jual beli mata uang (sharf), serta akad syariah yang lainnya.
Dari berbagai macam akad sebagaimana yang telah
disebutkan diatas, bahwa setiap akad memiliki risiko. Sedangkan risiko dalam
bisnis sedapat mungkin harus diminimalisir sehingga tidak akan berdampak besar
terhadap transaki itu sendiri. Khusunya dalam transaksi valas atau sharf diperlukan unsur kehati-hatian guna mencegah risiko
dalam bisnis dan terhindar dari unsur spekulasi. Risiko adalah peluang dimana
hasil yang sesungguhnya bisa berbeda dengan hasil yang diharapkan atau kemungkinan
nilai yang hilang atau diperoleh yang dapat diukur. Sedangkan ketidakpastian
tidak dapat diukur. (Ari Kristin Prasetyoningrum, 2015).
II. PEMBAHASAN
Valuta asing yang dalam bahasa asing dikenal dengan Foreign
Exchange (Forex)
merupakan mata uang yang di keluarkan sebagai alat pembayaran yang sah di
negara lain. Valuta asing akan mempunyai suatu nilai apabila valuta tersebut
dapat ditukarkan dengan valuta lainnya tanpa pembatasan.Valas pada saat ini
dapat dilakukan dengan empat cara yakni:
1.
Spot Transaction
Transaksi
spot merupakan transaksi valuta asing dengan penyerahan dan pembayaran saat itu
juga, meskipun dalam praktek transaksi spot akan diselesaikan pada dua hari
kerja berikutnya. Jika tanggal penyerahan merupakan hari libur maka
penyelesaiannya ada pada hari berikutnya dan penyelesaian ini disebut value
date.
2.
Forward
Transaction
Transaksi forward yaitu transaksi valas dengan penyerahan pada beberapa
waktu mendatang sejumlah mata uang tertentu berdasarkan sejumlah mata uang
tertentu lain. Kurs dalam forward ditentukan di muka sedangkan penyerahan dan
pembayaran dilakukan beberapa waktu mendatang pada saat kontrak jatuh tempo
(Muhammad Sulhan, 2010). Tujuan utama transaksi ini adalah karena bank memiliki
surplus dana dalam jumlah besar ingin menghindarkan dirinya terhadap fluktuasi
yang tidak terduga di masa depan. Setiap bank ingin menginvestasikan saldo
surplusnya ketika uang yang dimaksud dalam keadaan tidak produktif (Riana
Afliha Eka Kurnia,)
3.
Swap
Transaction
Yaitu
pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal
valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain
yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer
membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual
kembali jumlah yang sama kepada bank yang sama dengan kontrak forward, dealer
tidak akan menghadapi risiko valas yang tidak diperkirakan.Transaksi ini
berbeda dengan transaksi spot dan forward.
4.
Option
Transaction
Transaksi
option merupakan kontra untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak
menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga
dan jangka waktu tertentu(Muhammad Sulhan,)
Menurut pandangan Fatwa DSN MUI No 28/DSN-MUI/III/2002
Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf) bahwa ke empat model transaksi tersebut dilarang
kecuali transaksi spot karena tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai
proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi
internasional. Sedangkan transaksi forward haram karena harga yang digunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal
harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan
yang tidak dapat dihindari (lil
hajah). begitu-pun transaksi swap dan option diharamkan karena mengandung unsur maisir
(spekulasi)Akan tetapi pada kenyataannya transaksi forward tidak dapat
dihilangkan begitu saja, karena tidak semua valas dapat dilakukan secara kontan
mengingat kondisi pasar selalu berubah (fatwa DSN, 2002)
Transaksi forward biasanya sering digunakan untuk
tujuan hedging dan spekulasi. Hedging akibat terjadinya perbuahan kurs. Bentuk transaksi
forward merupakan bentuk transaksi yang penyerahananya dilakukan pada masa
mendatang (forward), pada umumnya dilakukan periode 30, 60, 90, 180, 360 hari
ataupun periode lain yang disepkati. Risiko kurs pada transaksi ini lebih
tinggi karena rentang waktu yang lama (Riana Afliha Eka Kurnia, 2015)
Istilah hedging dalam dunia keuangan yang dipergunakan sebagai suatu
investasi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi atau bahkan meniadakan
risiko pada investasi lainnya. Lindung nilai bisa juga dipahami sebagai
strategi yang dilakukan untuk mengurangi risiko bisnis yang tidak terduga di
samping tetap dimungkinkannya memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Hedging dapat juga disebut sebagai salah satu pendekatan
manajemen risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan membatasi
kemungkinan terjadinya kerugian yang ditimbulkan akibat dari ketidakstabilan
harga komoditi, nilai mata uang atau surat berharga. Lindung nilai dapat
ditentukan bahwa harga jual yang disepakati dengan pembeli tidak akan
mempengaruhi keuntungan yang diproyeksikan (Ridho Cahyo Nugroho).
Sedangkan menurut peraturan Bank Indonesia PBI No 18 2016 tentang lindung
nilai syariah bahwa Islamic hedging (Al
tahawwuth al-Islami) yakni cara
atau teknik lindung nilai atas risiko perubahan nilai tukar berdasarkan Prinsip
Syariah. Dalam rangka memitigasi risiko perubahan nilai tukar atas mata uang
tertentu di masa yang akan datang.Berdasarkan fatwa DSN MUI Transaksi Lindung
Nilai Syariah atas Nilai Tukar dapat menggunakan salah satu akad sebagai
berikut:
1.
'Aqd
al-Tahawwuth al-Basith;
'Aqd al-Tahawwuth al-Basith (Transaksi Lindung Nilai
Sederhana) adalah transaksi lindung nilai dengan skema Forward Agreement yang
diikuti dengan Transaksi Spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya
berupa serahterima mata uang;
2.
'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab;
Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab (Transaksi Lindung Nilai
Kompleks) adalah transaksi Iindung nilai dengan skema berupa rangkaian
Transaksi Spot dan Forward Agreement yang diikuti dengan Transaksi Spot pada
saatjatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serahterima mata uang
3.
'Aqd
al-Tahawwuthfi Suq al-Sil'ah;
'Aqd al-Tahawwuth fi Suq al-Sil'ah (Transaksi Lindung
Nilai melalui Bursa Komoditi Syariah) adalah transaksi Iindung nilai dengan
skema berupa rangkaian transaksi jual-beli komoditi (sil'ah) dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual-beli komoditi (sil'ah)
dalam mata uang asing serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada
saatjatuh tempo.
Ada tiga alasan transaksi hedging atas nilai tukar dibutuhkan oleh Bank Syariah:
1) Mulai beralihnya dana haji dari perbankan konvensional
ke perbankan syariah. Dana haji ini menggunakan mata uang USD, sehingga ada
risiko valas yang harus di hedging bank syariah antara kebutuhan mata uang USD dengan
mata uang rupiah yang tersedia;
2) Untuk mengatisipasi aturan Otoritas Jasa Keuangan
tentang penurunan uang muka pembiayaan syariah, yang meningkatkan pembiayaan.
Salah satu sumber pembiayaan dapat berasal dari penerbitan sukuk dalam USD,
sehingga timbul kebutuhan eksposur sukuk dalam USD yang nantinya akan
dibayarkan kembali ke dalam bentuk mata uang rupiah yang otomatis membutuhkan hedging; dan
3) Persiapan Mega Islamic Financial Bank yang akan didirikan oleh IDB di
Indonesia (Wushi Adilla Arsyi, 2016).
Dari keseluruhan transaksi baik itu konvensioanl
maupun syairah bahwa transaksi tersebut dapat dilakukan dengan akad sharf, Salam, dan Isthisna. Spot dilakukan secara tunai begitupun dengan al-
sharf dilakukan dengan tunai. Salam melalui pesanan yang akan dilakukan pembayarannya
sesuai dengan akad/kesepakatan, sama halnya dengan forward pembayaran dilakukan
berdasarakan waktu yang telah disepakati hanya berbeda dalam jumlah yang
dibayarkan. Salam dibayar berdasarkan akad diawal sedangkan forward
dibayar pada saat jatuh tempo, karena valas sifatnya fluktuaif maka kemungknan
besar nilai yang dibayaran mengikuti keadaan pada saat pembayaran. Sawp bisa
dilakukan dengan akad isthsna.
1.
Bai’
As-Sharf
Bai’
al-sharf adalah transaksi jual beli dengan komoditi berupa alat pembayaran (nuqud), atau mata uang, baik sejenis atau beda jenis. Dalam jual beli sharf nilai tukar
yang dijual belikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli mapun oleh penjual,
sebelum keduanya berpisah. Dalam sharf
tidak boleh disyaratkann dalam akad adanya hak khiyar/option bagi pembeli. Yakni adanya hak pilih untuk
melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual
beli terdahulu atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat itu
diperjanjikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu. Tidak ada barang
tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang dipertukarkan.Singkatnya sharf
adalah Jual beli mata uang yang tidak sejenis, penyerahan harus dilakukan pada
waktu yang sama (Adiwarman A karim, 2006)
Jual beli
sharf ini diperbolehkan karena masuk dalam kategori jual beli, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275.
2.
Bai’ As-Salam
Salam atau Salaf adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu
yang akan diserahkan pada waktu tertentu. Harga barang dibayar dan menunggu
waktu yang telah disepakatai untuk menerima komoditi barang yang dibeli (Abu
Bakar Jabir Al-Jaziri, 2015). Dalam bahasa yang sederhana Salam berarti pembelian yang diserahkan dikemudian hari
sedangkan pembayaran dilakukan dimuka(Muhammad Syafi’i Antonio)
Sedangkan
untuk ketentuan barang. Barang harus jelas ciri- cirinya dan dapat diakui
sebagai hutang. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. Penyerahannya dilakukan
kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh
menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan (Fatwa Dewan
Syariah, 2000).
3.
Bai’ Al
Aisthisna
Isthisna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi
barang atau komoditas tertentu untuk pembelian/pemesanan. Isthisna
merupakan salah satu bentuk jual beli
dengan pemesanan yang mirip dengan Salam yang merupakan bentuk jual beli forward kedua yang
dibolehkan oleh syariah. Agar akad Isthisna sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai dengan
kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah
disepkati bersama, pembayaran dapat dilakukan dimuka, dicicil atau dibelakang
(Ascarya, 2006). Dengan demikian, ketentuan Isthisna mengikuti ketentuan dan aturan akad bai’ as-
Salam.Dalam ketentuan ketiga fatwa DSN MUI tentang jual beli Isthisna
bahwa semua ketentuan dalam jual beli Salam yang tidak disebutkan berlaku pula pada jual beli
istishna’.Salam berlaku umum untuk barang yang dibuat dan lainnya,
adapun Isthisna khusus bagi sesuatu yang disyaratkan untuk
membuatnya. Pembayaran Salam harus di awal sedangkan Isthisna tidak disyaratkan demikian (Mardani, 2013)
Dari ketiga
fatwa tentang sharf,Salam, dan Isthisna bisa mewadahi dari fatwa tentang islamic hedging, karena transaksi spot dapat dilakukan dengan akad
sharf. Antara spot secara konvensiaonal dengan sharf secara syariah sama-sama
dilakukan secara kontan. Sedangkan dalam fatwa No: 96/DSN-MUI/IV/2015 Tentang
Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al-Tahawwuth
Al-Islami/IslamicHedging) Atas Nilai
Tukar. Spot
Transaction dapat dilakukan secara syariah melalui Aqd al-
Tahawwuth al-Basith.
4.
'Aqd
al-Tahawwuth al-Basith
Mekanisme 'Aqd
al-Tahawwuth al-Basith
berdasarkan fatwa: a. Para pihak saling berjanji (muwa
'adah), baik secara tertulis maupun tidak
tertulis, untuk melakukan satu kali Transaksi Spot atau lebih pada masa yang
akan datang yang meliputi kesepakatan atas: (1) Mata uang yang
diperjualbelikan, (2) jumlah nominal, (3) nilai tukar atau perhitungan nilai
tukar, dan (4) waktu pelaksanaan; b. Pada waktu pelaksanaan, para pihak
melakukan Transaksi Spot (ijab-qabul) dengan' harga yang telah disepakati yang diikuti
dengan serah terima mata uang yang dipertukarkan.
5.
'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab
Mekasime 'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab adalah
sebagai berikut: a. para pihak melakukan Transaksi Spot; b. para pihak saling
berjanji (muwa 'adah) untuk melakukan satu kali Transaksi Spot atau lebih pada
masa yang akan datang yang meliputi kesepakatan atas: (1) Mata uang yang
diperjualbelikan, (2) jumlah nominal, (3) nilai tukar atau perhitungan nilai
tukar, dan (4) waktu pelaksanaan;pada waktu pelaksanaan, para pihak melakukan
Transaksi Spot (ijob-qabuly dengan harga yang telah disepakati yang diikuti
dengan serah terima mata uang yang dipertukarkan.
Mekanisme
antara 'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab dengan 'Aqd
al-Tahawwuth al-Basith hampir
serupa namun keduanya berbeda yakni dalam 'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab dilakukan
transaki spot dan forward. 'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab
untukmengganti transaksi forward, sehingga dengan adanya akad 'Aqd
al-Tahawwuth al-Murakkab pembayaran
tetap pada perjanjian di awal sekalipun kurs pada saat jatuh tempo berubah
harganya.
6.
'Aqd
al-Tahawwuth bi al-Sil 'ah
Mekanisme transaksinya berdasarkan fatwa DSN MUI yakni Transaksi Pertama: 1).
Konsumen Komoditi yang memiliki kewajiban mata uang asing melakukan pemesanan
sil 'ah dan berjanji (wa'd) untuk membeli sil 'ah tersebut secara tunai,
bertahap, atau tangguh kepada Peserta Komersial dalam mata uang yang
diserahkan; 2). Berdasarkan pemesanan sebagaimana dimaksud pada angka 1) di
atas, Peserta Komersial membeli silan secara tunai dari sejumlah Peserta
Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan; 3). Peserta Komersial
menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi
Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti
pembelian komoditi; 4). Konsumen Komoditi membeli sil.'an dari Peserta
Komersial dengan akad jual-beli murabahah dalam mata uang yang diserahkan, yang
pembayarannya dilakukan secara tunai, bertahap, atau tangguh sesuai
kesepakatan, dan diikuti dengan serah terima dokumen kepemilikan; 5). Konsumen
Komoditi menjual sil 'ah secara tunai kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam
mata uang yang diserahkan;Transaksi kedua: 1). Konsumen Komoditi (LKS atau Nasabah) memberikan kuasa (akad wakalah) kepada
Peserta Komersial untuk membeli sil 'ah secara tunai dalam mata uang yang
diserahkan; 2) Berdasarkan akad wakalah di atas, Peserta Komersial mewakili Konsumen
Komoditi membeli sil 'ah secaratunai dari sejumlah Peserta Pedagang Komoditi
dalam mata uang yang diserahkan; 3) Konsumen Komoditi menerima dokumen
kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang
diterbitkan Bursa Komoditi Syariah sebagai bukti pembelian komoditi; 4) Peserta
Komersial membeli sil 'ah dari Konsumen Komoditi dengan akad jual- beli
murabahah dalam mata uang yang diterima, yang pembayarannya dilakukan secara
tunai, bertahap, atau tangguh sesuai kesepakatan, dan diikuti dengan serah
terima dokumen kepemilikan; 5) Peserta Komersial menjual sil 'ah secara tunai
kepada Peserta Pedagang Komoditi dalam mata uang yang diserahkan; 6) Konsumen
Komoditi menerima mata uang yang diterima dari Peserta Komersial dalam rangka
menunaikan kewajibannya kepada pihak lain dan menyerahkan mata
uang yang diserahkan kepada Peserta Komersial. (Fatwa DSN, 2015)
Dari ketiga akad yang ada dalam fatwa tentang islcimic hedging dapat digunakan untuk:
Tabel l.Fatwa Tentang Islamic Hedging
Akad syariah |
Konvensional |
Penggunaan |
Aqd
al- Tahawwuth al-Basith |
Spot |
Mata
uang |
Aqd
al- Tahawwuth al-Murakkab |
Forward |
Mata
uang |
Aqd
al- Tahawwuth bi al-Sil 'ah |
swap |
Pembayarannya
menggunakan mata uang asing |
Aktivitas perdagangan valuta
asing harus terbebas dari unsur riba, maisir, dan gharar. Dalam pelaksanaannya
haruslah memperhatikan beberapa batasan sebagai berikut:
1. Pertukaran tersebut harus
dilakukan secara tunai (spot), artinya masing- masing
pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang
bersamaan
2.
Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung
transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antarbangsa,
bukan dalam rangka spekulasi.
3.
Harus dihindari jual beli bersyarat Misalnya, A setuju
membeli barang dari B hari ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada
tanggal tertentu di masa mendatang.
4.
Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak
yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
5.
Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai
atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’I al-fudhuli).
Dengan memperhatikan beberapa
batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan yang dewasa ini
biasa dilakukan di pasar valuta asing konvensional harus dihindari, yaitu
antara lain:
1.
perdagangan tanpa penyerahan (future non-delivery trading atau margin trading),
2.
jual beli valas bukan transaksi komersial (arbitrage), baik spot maupun forward,
3.
melakukan penjualan melebihijumlah yang dimiliki atau
dibeli (oversold), melakukan transaksi swap
III.
KESIMPULAN
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN Majelis Ulama
Indonesia MUI No: 96/DSN-MUI/IV/2015 Tentang Transaksi Lindung Nilai
Syariah (Al-Tahawwuth
Al-Islami/Islamic Hedging) Atas Nilai
Tukar, terdapat tiga akad yang diperbolehkan untuk melaksanakan transaksi jual
beli mata uang asing yakni 'Aqd
al-Tahawwuth al-Basith; 'Aqd al-Tahawwuth al-Murakkab; 'Aqd al-Tahawwuthfi Suq
al-Sil'ah; dari
ketiga akad tersebut untuk menggantikan transaksi valas secara konvensional.
Penulis berpedapat bahwa transaksi valas secara konvensional bisa dilaksanakan
tidak hanya menggunakan fatwa tersebut akan tetapi dapat pula menggunakan akad sharf,
salam, dan isthisna.
'Aqd al-Tahawwuth
al-Basith bisa
dilakukan dengan akad sharf, pengertian 'Aqd
al-Tahawwuth al-Basith dengan sharf tidak jauh berbeda yakni jual beli valas dengan cara
kontan/tunai pada saat terjadinya akad/kontrak. Dengan adanya fatwa ini mungkin
menegaskan agar transaksi valas harus benar-benar dilakukan secara syariah
untuk menghindari dari unsur spekulasi.
Kurs dalam Forward ditentukan di muka sedangkan
penyerahan dan pembayaran dilakukan beberapa waktu mendatang pada saat kontrak
jatuh tempo. Begitupun sama dengan pengertian akad 'Aqd
al-Tahawwuth al- Murakkab. akad 'Aqd al-Tahawwuth
al-Murakkab dan Forward bisa dilakukan dengan akad isthisna dan atau salam, karena isthisna pembayaran dapat dilakuakn di awal, dicicil, bahkan
diakhir pada saat jatuh tempo, sedangkan pembayaran dalam akad isthisna mengacu
pada pembayaran tetap disaat akad disepakati, sementara Forward pembayaran mengikuti perubahan kurs pada saat jatuh
tempo. Begitupun dengan akad salam harga pembayaran harus sesuai dengan pada saat kontrak disepakati,
ketika menggunakan akad salam bisa dilakukan dengan pembayaran lebih awal, maka
kemungkinan besar untuk penyerahan mata uang pada saat tanggal yang telah
ditetapkan tidak akan mengalami perubahan, karena pemesanan mata uang pada
saaat kontrak langsung dibayar dimuka, jika terjadi perubahan maka pihak
pemesan berhak memiliki hak option/khiyar.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Qusthoniah, Transaksi
Valuta Asing Menurut Hukum Islam, Jurnal Syariah, Vol. 2, No. 1, April 2014, Fakultas
Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indragiri, Tembilahan.
Wahab, Abdul, Keterlibatan
Bank Shariah dalam Aplikasi Perdagangan Foreign Exchange (Forex), Jurnal
Perbankan Syariah, Vol. 1, No. 1, Mei 2016, Universitas Muhammadiyah, Surabaya.
Abdurrhoman,
Dede, Analisis Transaksi Lindung Nilai
Syariah (Al-Tahawwuth Al-Islami / Islamic Hedging), Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam Jurnal Ecopreneur, Vol. 1, No. 1, Tahun 2020, hal 55-72
Arsyi, Wushi Adilla, Simulasi Islamic Forward Agreement
pada Pembiayaan Valas Bank Syariah di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, Vol 1, No 1, Januari-Juni 2016, Universitas Islam Negeri Imam Bonjol,
Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar