Selasa, 12 Januari 2021

MANAJEMEN KEUANGAN BANK SYARIAH - Task I

 

TUGAS 1 : ANALISIS DATA LAPORAN KEUANGAN 3 BANK SYARIAH

Tulisan ini membahas tentang Analisis Data Laporan Keuangan 3 Bank Syari’ah (PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk/BRIS, PT. Bank Syariah Mandiri/BSM dan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk/BMI)

KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Daftar Istilah

a.      Dana Pihak Ketiga

Dana pihak ketiga (DPK) adalah sejumlah uang yang dimiliki bank dan berasal dari pihak luar yang menyimpan uangnya. Dengan kata lain, uang yang dimiliki bukan milik bank sendiri tapi titipan dari pihak luar. Bank hanya sebagai lembaga yang menghimpun kemudian akan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank). Dana dari masyarakat terdiri atas beberapa jenis yaitu:

·           Giro

·           Deposito

·           Tabungan

 

b.      Pembiayaan

Pembiayaan merupakan kegiatan perbankan syariah yang sangat penting dan menjadi penunjang kelangsungan hidup bank syariah jika dikelola dengan baik. Pengelolaan pembiayaan yang kurang baik akan menimbulkan masalah dan akan berakibat pada bank syariah. Dana masyarakat selayaknya disalurkan untuk keperluan pembiayaan yang produktif, yaitu dalam bentuk pembiayaan dengan memerhatikan kaidahkaidah aman, lancar, dan menghasilkan.

 

c.       Non Performing Financing (NPF)

-    Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai POJK Nomor 19 /POJK.03/2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2014 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.

-    Rasio Non Performing Financing (NPF) Gross adalah persentase Pembiayaan Bermasalah dibagi Total Aset.

-   Rasio Non Performing Financing (NPF) Net adalah persentase Pembiayaan Bermasalah dikurangi CKPN Pembiayaan Bermasalah dibagi Total Aset.

-     Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kualitas aset BUS dan UUS.

-       Pembiayaan hanya mencakup pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank.

-  Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.

-     Pembiayaan bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN).

-   Total Pembiayaan dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN)

-      CKPN Pembiayaan Bermasalah adalah cadangan yang wajib dibentuk Bank untuk pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet sesuai ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), yang mencakup CKPN pembiayaan secara individual dan kolektif.

 

d.      Laba

-       Laba menurut bisnis perbankan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya tetap dan biaya variabel dikurangkan dari penerimaan bank.

-   Perhitungan laba rugi perusahaan, dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dalam suatu periode tertentu dengan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan tersebut. Selisih dari pendapatan dan biaya-biaya akan merupakan laba atau rugi untuk periode tersebut. Jika terjadi selisih lebih pendapatan atas biaya-biaya yang terjadi berarti perusahaan mendapatkan laba, sedangkan jika terjadi selisih kurang pendapatan atas biaya-biaya yang terjadi maka perusahaan menderita kerugian.

-     Laba sebelum pajak atau Earning before tax (EBT) dapat didefinisikan sebagai uang yang disimpan oleh perusahaan sebelum dikurangi karena harus membayar pajak. Laba sebelum Pajak mengkuantifikasi keuntungan operasional dan non- operasional perusahaan sebelum pajak diperhitungkan. Rumus umum yang digunakan untuk menghitung laba sebelum pajak adalah : EBT = Pendapatan - Biaya ( tidak termasuk pajak )

-    Earning after tax (EAT) merupakan laba operasi perusahaan setelah dikurang pajak pengahasilan. Laba bersih setelah pajak merupakan penghasilan bersih yang diperoleh perusahaan baik dari net operating income (usaha pokok) ataupun non-operating income (di luar usaha pokok) perusahaan selama satu periode setelah dikurangi pajak penghasilan. 


ANALISIS DATA LAPORAN KEUANGAN
1. Data Laporan Keuangan 3 (Tiga) Bank Syari’ah
   a.  PT Bank Rakyat Indonesia Syariah, Tbk (BRIS)

   b. PT Bank Syariah Mandiri (BSM)








   c.  PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk (BMI)








 2. DPK 3 (Tiga) Bank Syari’ah


     
        Sumber utama dana bank berasal dari penghimpunan dana yang berupa simpanan dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito. DPK BSM lebih tinggi dibanding DPK BRIS dan BMI dari periode Q1 2019 sampai dengan Q3 2020, dimana DPK BSM dari Q1 2019 sampai dengan Q4 2019 mengalami terus kenaikan, namun pada Q1 2020 sampai dengan Q2 2020 menunjukkan DPK BSM mengalami penurunan namun masih dapat dijaga sampai Q3 2020. DPK BRIS meskipun lebih rendah dibandingkan dengan BSM, namun DPK BRIS terjadi kenaikan yang signifikan dari Q4 (34.124.895) ke Q3 2020 (48.734.958), DPK BMI mengalami penurunan dari Q1 2019 (45.711.285) ke Q4 2020 (38.597.650), Pada Q3 2020 BPK BMI mengalami kenaikan (38.747.467)Deposito memiliki kontribusi yang sangat besar tehadap total DPK yang berhasil dihimpun oleh BSM yaitu rata-rata sebesar (Rp42.817.084) BRIS sebesar (Rp22.043.001) BMI sebesar (Rp23.899.858). Peningkatan DPK tersebut menjadikan nilai aset Mandiri Syariah semankin meningkat sehingga Selama pandemi, Mandiri Syariah berhasil menjaga pertumbuhan pembiayaan dengan kualitas yang masih terjaga baik. Pencapaian ini memperkuat posisi Mandiri Syariah sebagai bank syariah terbesar di Indonesia.
            DPK yang cukup tinggi akan memberikan pengaruh yang besar kepada kemampuan Bank dalam ekspansi menyalurkan pembiayaan dan tingkat likuiditas Bank. Permintaan terhadap pembiayaan yang cukup tinggi harus diimbangi dengan dana yang tersedia, semakin besar DPK yang dapat dihimpun oleh Bank, maka semakin banyak jumlah dana yang dapat disalurkan dalam bentuk aktiva produktif seperti pembiayaan, surat berharga, penyertaan, dan aktiva produktif lainnya.


 3. Pembiayaan 3 (Tiga) Bank Syari’ah


     

             Pembiayaan yang disalurkan BSM mengalami peningkatan dari Q1 2019 (Rp69.100.673) sampai dengan Q3 2020 (Rp79.000.250) begitupun dengan BRIS pada Q1 2019 (Rp22.680.918) Sampai dengan Q3 2020 (Rp40.360.131), Pembiayaan pada BMI Pada Q1 sampai dengan Q4 2019 mengalami penurunan, walaupun pada awalnya sempat mengalami penurunan namun pada Q1 2020 kembali mengalami kenaikan, namun pada Q2 sampai Q3 kembali mengalami penurunan kembali. Hal ini sebanding dan sangat berkaitan erat dengan tingkat kenaikan dan penurunan dari sisi DPK.
            Pembiayaan paling tinggi didominasi pembiayaan Musyarakah  memiliki kontribusi yang sangat besar tehadap total Pembiayaan yang berhasil dihimpun oleh BSM yaitu rata-rata sebesar (Rp Rp26.026.673) BRIS sebesar (Rp10.856.902) BMI sebesar (Rp Rp14.681.746). BSM, BRIS, BMI mampu bertahan ditengah pandemi dengan mengelola pembiayaan dengan baik.
      Kegiatan usaha perbankan yang paling utama adalah penyaluran pembiayaan. BSM merupakan bank yang termasuk kategori bank terbesar dilihat dari segi penyaluran pembiayaannya dapat dilihat pada table di atas. Penyaluran pembiayaan memberikan kontribusi paling besar terhadap pencapaian laba bank syari’ah karena pembiayaan merupakan core business-nya Bank Syari’ah. 

 4. NPF 3 (Tiga) Bank Syari’ah
     a. NPF Gross

         
            Rasio NPF gross BSM lebih baik dibanding Rasio NPF gross BRIS dan BMI dari periode Q1 2019 sampai dengan Q3 2020, dimana NPF gross BSM dari Q1 2019 sampai dengan Q4 2019 mengalami terus perbaikan, namun mulai Q1 2020 sampai dengan Q3 2020 rasio NPF gross BSM mengalami penurunan namun rasio tersebut masih dapat dijaga sama seperti rasio Q3 2019, artinya BSM masih bisa stabil tingkat pembiayaan bermasalah dan dapat mengelolanya dengan baik di tengah kondisi pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid 19) yang sedang dihadapi pada tahun 2020.
        Rasio NPF gross BRIS meskipun lebih rendah dibandingkan dengan BSM, namun NPF gross BRIS terjadi perbaikan yang signifikan dari Q1 (5,68%) ke Q3 2020 (3,35%), artinya BRIS dapat mengelola dengan baik pembiayaan bermasalah meskipun dalam kondisi pandemi Covid 19. Salah satu penyebab perbaikan NPF gross BRIS dikarenakan BRIS merubah strategy konsentarsi pembiayaan ke sektor UMKM, dimana terjadi kenaikan signifikan rasio UMKM sejak Q1 2020 64,35% atau naik 31,49% dari Q4 2019, hal ini masih terus dijaga hingga Q3 2020 dimana rasio pembiayaan UMKM masih tinggi sebesar 40,91%.
         Rasio NPF gross BMI mengalami penurunan dari Q1 2019 (4,43%) ke Q4 2020 (5,69%), namun rasio NPF gross ini masih stabil Q2 2019 dikisaran 5,22% - 5,70%, hal ini menunjukan juga BMI dapat stabil di masa pandemi Covid 19 yang sedang dihadapi, meskipun rasio NPF gross nya paling rendah dibanding dengan BSM dan BRIS. BMI harus menguatkan strategy pengelolaan pembiayaan bermasalah lebih ketat lagi supaya rasio NPF gross nya tidak mengalami penurunan, misalnya dengan strategy konsentrasi pembiayaan ditingkatkan di sektor UMKM sebagaimana yang dilakukan BRIS. Pada Q4 2019 rasio NPF gross BMI sama dengan rasio NPF gross BRIS (5,22%), namun BRIS berhasil mengelola rasio NPF gross lebih baik dengan ditunjukkan terjadinya perbaikan NPF gross yang sangat signifikan hingga Q4 2020.
        Rasio NPF gross 3 (tiga) Bank Syariah tersebut dapat terjaga selain hasil strategy pengelolaan yang telah dilakukan oleh masing-masing Bank, hal ini juga disebabkan dukungan relaksasi yang dikeluarkan OJK melalui peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang berlaku sampai dengan 31 Maet 2021 dan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 yang berlaku sampai dengan 31 Maret 2022.
        Dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 Pada Bab I pasala 2  ayat 2 diatur kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi sebagaimana meliputi kebijakan penetapan kualitas aset dan kebijakan restrukturisasi pembiayaan atau pembiayaan dan pada Bab II Pasal 3 ayat 1 diatur penetapan kualitas aset berupa pembiayaan dan penyediaan dana lain pada BUS, bagi debitur yang terkena dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah dengan plafon paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga atau margin/bagi hasil/ujrah serta Bab III pasal 5 ayat 1 disebutkan juga kualitas pembiayaan atau pembiayaan yang direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan restrukturisasi.
      Ketiga Bank Syari’ah dapat memanfaatkan relaksasi POJK No.11 /POJK.03/2020 dan POJK No. 48 /POJK.03/2020 untuk menjaga rasio NPF gross tersebut sampai dengan 31 Maret 2022, namun ketiga Bank Syariah tersebut harus mempersiapkan strategy penjagaan rasio NPF untuk menghadapi masa setelah selesainya relaksasi POJK No. 48 /POJK.03/2020 tersbut.

    b. NPF Net


      
             Rasio NPF net BSM jauh lebih baik sebagaimana halnya rasio NPF gross BSM juga lebih baik  dibandingkan dengan BRIS dan BMI dari periode Q1 2019 sampai dengan Q3 2020 dan rasio NPF, dimana perbaikan rasio NPF gross ke rasio NPF nett berkisar antara 1,44% - 2,05%, hal ini menunjukan BSM masih sangat sehat dengan kemampuan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang tinggi atas pembiayaan bermasalah.
            Rasio NPF net BRIS jauh lebih rendah dibandingkan dengan BSM, namun BRIS mampu memperbaiki rasio NPF nett nya sangat signifikan dari Q1 2019 (4,34%) sampai dengan Q3 2020 (1,73%) dan kemampuan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas pembiayaan bermasalah yang terus meningkat dari Q1 2019 – Q3 2020 yang berkisar antara 0,47% - 2,05%.
            Rasio NPF net BMI jauh lebih rendah dibanding dengan BSM, namum BMI sampai Q4 masih dapat mengelola rasio NPF dibawah 5% sesuai dengan ketentuan OJK, BMI juga masih memiliki kemampuan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk memperbaiki rasio NPF gross yang di atas 5% menjadi dibawah 5%, hal ini menunjukan BMI masih sehat karena masih dapat mengelola rasio keuangan sesuai dengan peraturan OJK.
            Berikut disampaikan persentase pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap total pembiayaan, sebagai analisa strategy yang diterapkan BRIS, BSM dan BMI dari Q1 2019 – Q3 2020 sebagai berikut:

    5. EBT dan EAT 3 (Tiga) Bank Syari’ah
a. EBT

     b. EAT


             Berdasarkan laporan keuangan BRIS, BSM dan BMI menunjukkan bahwa dari ketiga bank tersebut, hanya BRIS dari setiap quartal konsisten mengalami kenaikan laba bersih. Sedangkan BSM dan BMI sempat mengalami penurunan laba bersih dari periode sebelumnya.
       Pada Q1 2020 peningkatan laba bersih BRIS hanya sebesar 2% dari Q4 2019, namun di Q3 2020 BRIS mengalami kenaikan laba bersih tertinggi yaitu sebesar 63% dari perolehan Q2 2020. Peningkatan laba bersih BRIS di Q3 2020 sejalan dengan peningkatan penyaluran pembiayaan. Pertumbuhan pembiayaan yang signifikan akan memberikan imbal hasil yang optimal. Besaran persentase kenaikan laba bersih BRIS cenderung stabil dari setiap periode.
        BSM mengalami kenaikan laba bersih tertinggi di Q2 2019 yaitu sebesar 127% dibandingkan capaian Q1 2019. Namun di Q1 2020 BSM mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan Q4 2019 yaitu sebesar -71%. Keadaan membaik di Q2 2020 dimana BSM mencapai kenaikan 95% dari Quartal sebelumnya. Kenaikan laba terutama didorong oleh perbaikan cost of fund akibat peningkatan rasio dana murah atau current account dan saving account (CASA).
        Jika dilihat dari persentase Average kenaikan laba bersih selama periode Q1 2019 sampai Q3 2020, maka BSM lebih baik dibandingkan BRIS dan BMI. Average Kenaikan BSM sebesar 51%, BRIS 38%, sedangkan BMI -21%.


    DAFTAR PUSTAKA

    https://www.bankmuamalat.co.id/





               






Tidak ada komentar:

Posting Komentar